Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis)

Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis)

Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) adalah spesies orangutan yang terbatas di mana ia hanya ditemui di Tapanuli Selatan, Pulau Sumatra, Indonesia. Orangutan Tapanuli adalah salah satu dari tiga spesies orangutan yang telah berhasil diketahui hingga saat ini. Bersama dengan kerabatnya, orangutan Sumatra (Pongo abelii), yang ditemukan lebih jauh di barat laut pulau itu, dan orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus). Orangutan Tapanuli dideskripsikan sebagai spesies yang berbeda pada tahun 2017. Pada tahun 2018, terdapat sekitar 800 individu dari spesies ini dan saat ini berada dalam daftar spesies yang sangat terancam punah.

Penemuan Dan Garis Evolusi Orang Utan Tapanuli

Pada tahun 1939, sebuah populasi orangutan yang terisolasi di wilayah Batang Toru, Tapanuli Selatan, dilaporkan keberadaannya. Populasi ini kemudian ditemukan kembali pada tahun 1997 oleh sebuah ekspedisi ke wilayah tersebut, namun saat itu belum diidentifikasi sebagai spesies yang berbeda dari Orangutan Sumatra (Pongo abelii).

Pongo tapanuliensis baru diidentifikasi sebagai spesies yang berbeda setelah studi filogenetik mendalam pada tahun 2017. Studi tersebut menganalisis sampel genetik dari 37 orangutan liar dari berbagai populasi di Sumatra dan Kalimantan, serta melakukan analisis morfologi kerangka dari 34 jantan dewasa. 

Holotipe spesies ini adalah kerangka lengkap jantan dewasa dari Batang Toru yang mati setelah dilukai oleh warga setempat pada November 2013. Holotipe tersebut disimpan di Museum Zoologi Bogor. Tengkorak dan gigi orangutan jantan Batang Toru memiliki perbedaan signifikan dibandingkan dua spesies orangutan lainnya.

Perbandingan genom dari seluruh 37 orangutan menggunakan analisis komponen utama dan model genetik populasi juga memperkuat bahwa populasi Batang Toru merupakan spesies yang terpisah. Nama spesifik tapanuliensis, serta nama umum "orangutan Tapanuli," merujuk pada Tapanuli, yaitu wilayah perbukitan di Sumatra Utara, yang menjadi habitat spesies ini.

Perbandingan genetik menunjukkan bahwa orangutan Tapanuli berbeda dari orangutan Sumatra sekitar 3,4 juta tahun yang lalu, dan menjadi lebih terisolasi setelah letusan Danau Toba yang terjadi sekitar 75.000 tahun yang lalu. Mereka terus melakukan kontak sporadis yang berhenti antara 10.000 dan 20.000 tahun yang lalu.

Orangutan Tapanuli berbeda dari orangutan Kalimantan sekitar 674.000 tahun yang lalu. Orangutan dapat melakukan perjalanan dari Sumatra ke Kalimantan karena pulau-pulau tersebut terhubung oleh jembatan darat sebagai bagian dari Sundaland selama periode glasial baru-baru ini ketika permukaan laut jauh lebih rendah. Kisaran orangutan Tapanuli saat ini diperkirakan dekat dengan daerah tempat orangutan leluhur pertama kali memasuki wilayah yang sekarang menjadi Indonesia dari daratan Asia.

Deskripsi Fisik

Orangutan Tapanuli lebih mirip orangutan Sumatra daripada orangutan Kalimantan dalam hal bentuk tubuh dan warna bulu. Namun, mereka memiliki rambut yang lebih keriting, kepala yang lebih kecil, serta wajah yang lebih datar dan lebar Orangutan Tapanuli jantan yang dominan memiliki kumis yang menonjol dan bantalan pipi datar yang besar, yang dikenal sebagai flensa, ditutupi dengan rambut halus. 

Seperti halnya dua spesies orangutan lainnya, jantan lebih besar dari betina; tinggi jantan 137 cm (54 inci) dan berat 70–90 kg (150–200 lb), tinggi betina 110 cm (43 inci) dan berat 40–50 kg (88–110 lb). Saat membandingkan orangutan Tapanuli dengan Pongo abelii, orangutan Tapanuli memiliki fossa suborbital yang lebih dalam, apertura piriformis segitiga, dan profil wajah yang lebih bersudut.

Perilaku

Panggilan jarak jauh yang keras atau 'panggilan panjang' dari orangutan Tapanuli jantan memiliki frekuensi maksimum yang lebih tinggi daripada orangutan Sumatra, dan berlangsung lebih lama serta memiliki lebih banyak pulsa daripada orangutan Kalimantan. Makanan mereka juga unik dan tidak biasa bagi spesies orangutan, seperti ulat dan kerucut tumbuhan runjung. Orangutan Tapanuli dianggap eksklusif arboreal karena para ilmuwan belum melihat mereka turun ke tanah dalam lebih dari 3.000 jam pengamatan. Ini mungkin karena keberadaan harimau Sumatra di daerah tersebut.  Predator utama mereka lainnya adalah macan dahan Sunda. Orangutan Tapanuli memiliki tingkat reproduksi yang lambat yang menyebabkan masalah dalam peningkatan populasi.

Habitat dan distribusi

Orangutan Tapanuli hidup di hutan berdaun lebar lembab tropis dan subtropis yang terletak di selatan Danau Toba di Sumatra. Keseluruhan spesies ditemukan di area seluas sekitar 1.000 km2 (390 sq mi) di ketinggian dari 300 hingga 1.300 m (980 hingga 4.300 kaki). Orangutan Tapanuli dipisahkan dari spesies orangutan lain di pulau itu, orangutan Sumatra, hanya dengan 100 km (62 mi).

Status Konservasi

Dengan populasi kurang dari 800 individu yang hanya ditemukan di area seluas sekitar 1.000 km2 (390 mil persegi), orangutan Tapanuli merupakan spesies kera besar yang paling langka. International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendaftarkannya sebagai spesies yang sangat terancam punah karena berbagai faktor, termasuk perburuan, konflik dengan manusia, perdagangan satwa liar ilegal, perusakan habitat yang meluas akibat pertanian skala kecil, pertambangan, serta adanya usulan pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air, yaitu proyek PLTA Batang Toru. Proyek ini berlokasi di daerah dengan kepadatan orangutan tertinggi, yang berpotensi berdampak hingga 10% dari habitatnya yang sudah menyusut dan merusak koridor satwa liar yang penting.

Para ahli konservasi memprediksi penurunan populasi sebesar 83% dalam tiga generasi (75 tahun) jika tindakan dan praktik konservasi yang diperlukan tidak segera dilaksanakan. Selain itu, depresi akibat perkawinan sedarah juga menjadi ancaman karena ukuran populasi yang kecil dan jangkauan yang terfragmentasi. Hal ini didukung oleh analisis genom dari dua individu orangutan Tapanuli yang menunjukkan tanda-tanda perkawinan sedarah.

Pada Agustus 2019, kelompok lingkungan Swiss, PanEco, yang merupakan mitra dalam Program Konservasi Orangutan Sumatera, mencabut penentangan mereka terhadap pembangunan bendungan tersebut, beberapa bulan setelah memecat beberapa peneliti yang menentang strategi baru tersebut.