Pertempuran Bekasi 13 Desember 1945

Pertempuran Bekasi

Selama Revolusi, Bekasi menjadi garis demarkasi serta basis gerilyawan yang juga anti Pasundan. Pasca revolusi dan runtuhnya RIS, Bekasi kemudian menjadi administratif sendiri sebagai Kabupaten yang disahkan pada 15 Agustus 1950. Selama ini periode revolusi telah banyak dikaji oleh para sejarawan, banyak dari mereka mengatakan bahwa dukungan terhadap RI dianggap suatu kewajaran, hal yang niscaya terjadi karena pergulatan nasionalisme abad ke 20. 

Artikel ini menjelaskan bahwa gagasan nasionalisme yang tersebar sejak awal abad 20 tidak cukup untuk menggerakan sentimen Pro RI di Bekasi. Ada faktor lain yang membuat sentmen Pro RI begitu kuat di Bekasi, seperti faktor kultural yakni antagonisme identitas masyarakat Bekasi yang mengalami eksklusi pada masa kolonial. Dukungan kepada RI memberikan kesempatan baru bagi Bekasi untuk bisa berdiri sendiri secara otonom.

Garis Demakrasi

Untuk menghindari kekacauan berkepanjangan maka Inggris sebagai pihak Sekutu berusaha memisahkan pihak yang bermusuhan antara Republik Indonesia dengan NICA. Dengan alasan bahwa Jakarta akan dijadikan Kota Internasional, tempat diadakan kegiatan diplomasi. Maka pihak Republik diminta untuk mengosongkan Kota Jakarta dari semua kegiatan bersenjata agar suasana di Jakarta lebih tenang. 

Pada 19 November 1945, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan suatu keputusan bahwasannya semua badan-badan organisasi yang bersenjata supaya beralih keluar kota karena pemerintah Republik Indonesia menetapkan Kota Jakarta Raya sebagai tempat melaksanakan diplomasi. Hal itu dilakukan untuk menunjukan kepada Dunia Internasional bahwa Republik Indonesia adalah negara yang turut menjaga ketertiban dan keamanan dunia, maka dengan jiwa besar Indonesia mengluarkan pasukan bersenjatanya dari dalam kota guna memberi kesan kepada dunia internasional akan kesungguhan pemerintahan Republik Indonesia dalam bekerjasama dengan sekutu untuk mengosongkan Jakarta.

Akhirnya pemerintahan Republik Indonesia menyetujui permintaan pihak Sekutu dengan syarat di Jakarta ditempatkan satu regu tentara sebagai penghubung antara TKR, AFNEI dan markas besar Jepang. Dengan adanya kantor penghubung maka ada sarana sebagai perantara pemerintah Republik Indoneisa di Jakarta dengan TKR atau pejuang-pejuang di luar Jakarta. Seiring dengan kesepakatan bersama antara Sekutu dengan Republik Indonesia, dan Kota Jakarta dijadikan sebagai kota diplomasi. Maka, di Jakarta disterilkan dengan tidak ada satu kekuatanpun yang melakukan kegiatan yang dianggap merusak ketentraman dan keamanan kota. 

Pada akhir November 1945 segenap kesatuan tentara Indonesia serta badan-badan perjuangan yang ada di Jakarta harus meninggalkan ibukota. Kepindahan ini makin dipertegas dengan diperintahkannya untuk membangun kekuatan pertahanan diluar Kota Jakarta seperti di Bekasi, Bogor, Tanggerang dan Cikampek.

Dari kesepakatan tersebut, muncul lah istilah baru, yaitu “garis demarkasi” merupakan garis pembatas yang menjadi tapal batas wilayah diplomasi atau tepatnya perbatasan antara wilayah Sekutu dan wilayah Republik. Disepakati bahwa sebelah Barat Kali Cakung ke Jakarta adalah wilayah yang ada dalam pengawasan Sekutu. Sedangkan ke sebelah Timur Kali Cakung ke arah Bekasi, Karawang, dan Cikampek berada dalam kekuasaan Republik Indonesia. Antara keduanya, dibuat garis pemisah seluas 2 km, daerah inilah yang sering dikenal “daerah tak bertuan”. 

Terciptanya tapal batas sepanjang Kali Cakung ke Timur yang merupakan wilayah tentara Indonesia sedangkan dari Kali Cakung ke Jakarta adalah wilayah tentara Sekutu, merupakan garis pembatas pertama yang tercipta untuk memisahkan antara Republik Indonesia dan Sekutu. Seiring perjalanan, garis ini kemudian terus berubah dan bergeser, seperti yang diawal tahun 1946 tapal batas tersebut bergeser ke Sasak Jarang, antara Bulak Kapal dengan Tambun. Akibatnya, pertahanan-pertahanan yang sebelumnya berada di Jakarta harus dipindahkan ke luar daerah Jakarta. Maka para pejuang yang mempertahankan tapal batas Indonesia itu bukan hanya para pemuda Bekasi, melainkan juga para pejuang Jakarta yang mengundurkan diri ke Bekasi hingga Cikampek. Selain itu ada juga bantuan pertahanan dari daerah daerah lain di Jawa Barat untuk mempertahankan Bekasi sebagai tapal batas Republik-Sekutu.

Bekasi Lautan Api

Dibentuknya tapal batas di Kali Cakung antara kekuasaan Sekutu dan Republik menjadikan tentara Republik membentuk pertahanan yang lebih kuat, untuk menjaga front barat yang membentang antara Marunda di Utara hingga Cileungsi dan Kali Cikeas di Selatan. Disetiap titik garis demakasi yang membentang selebar 2 km itu di beri penjagaan dari para pejuang, baik itu TKR ataupun dari badan-badan perjuangan lainnya.

Tentara Inggris membakar pemukiman warga Bekasi

Disaat yang sama Markas TKR yang ada di Jakarta pun dipindahkan pula ke Bekasi. Baru saja TKR Batalyon V ditempatkan di Bekasi pada 23 November 1945, masyarakat Bekasi dikejutkan oleh jatuhnya Pesawat Dakota Inggris di Rawa Gatel, Cakung. Pesawat Dakota yang berangkat dari lapangan udara Kemayoran menuju Semarang itu diduga mengalami kerusakan mesin sehingga harus melakukan pendaratan darurat sekitar jam

11.00 WIB. Karena posisi Rawa Gatel ketika itu berada di sebalah barat Kali Cakung dan Cakung merupakan daerah kekuasaan Republik, maka dengan serentak rakyat dan sejumlah pejuang menghampri dan mengepung pesawat tersebut. Penumpang pesawat sebanyak 26 orang yang terdiri dari 4 orang awak pesawat berkebangsaan Inggris dan 22 prajurit India-syekh (Gurka) atau Ubel-Ubel berada dalam keadaan selamat.

Disaat banyak masyarakat sangat dendam dengan NICA, maka saat melihat adanya Tentara Asing yang mendarat di wilayah Republik mereka menganggap bahwa itu adalah NICA, karena mereka tidak bisa membedakan tentara Inggris dan Belanda. Akhirnya para awak pesawat itu ditangkap dan dilucuti senjata serta pakaiannya untuk kemudian dibawa ke Markas TKR Ujung Menteng pimpinan Umar Effendi dan Muhammad Amri. Dari Ujung Menteng mereka dibawa ke Tangsi Polisi Bekasi untuk kemudian ditahan disana.

Mengenai peristiwa itu, Nasution dalam bukunya berkata lain, ia mengatakan bahwa seluruh tahanan tersebut awalnya dibawa oleh anak buah Haji Maskun yang merupakan penguasa lasykar daerah Cakung ke Klender, tempat Haji Darip. Namun, markas Klender tidak sanggup dan mengirimkan tahanan tersebut ke pusat komando di Bekasi. Dalam perjalanan, rakyat yang berkerumunan ingin melihat “NICA” yang digiring tersebut sudah dalam keadaan siap membunuh, karena mereka membawa golok serta bambu runcing.

Setibanya di Bekasi keadaan para tawanan itu sudah sangat memprihatinkan, disamping karena kecelakaan yang membuat shock, ditambah dengan ketakutan beserta tekanan dari rakyat Bekasi yang tak pandang bulu melihat mereka sebagai Belanda atau NICA, akhirnya mereka menemui ajalnya. Melihat hal itu, mereka hendak dihanyutkan di kali Bekasi. Namun, karena keadaan surut maka mayat-mayat mereka dikubur di belakang tangsi polisi di dalam satu lobang. Disini bisa dilihat pahwa ada perbedaan yang dikatakan Nasution saat mengatakan tidak ada sedikitpun pembunuhan, Harun mengatakan bahwa tahanan tersebut dibunuh oleh rakyat Bekasi dengan sengaja lantaran dendam yang sangat dalam terhadap NICA.

Mengetahui pesawatnya Jatuh di wilayah Cakung, Kewedanaan Bekasi, Jendral Philip Christison, pemimpin tertinggi Inggris di Indonesia marah besar Dia langsung mengeluarkan maklumat kepada Pemerintahan Indonesia. Kemudian Perdana Menteri Syahrir meminta kepada Komandan TKR Resimen V/Cikampek Letnan Kolonel Moeffreni Moe'min agar mengembalikan tawanan ke Jakarta. Moefreni langsung memerintahkan Komandan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Batalion V Resimen VI/Bekasi Mayor Sambas Atmadinata agar menjaga tawanan. Mayor Sambas lalu menugaskan Komandan TKR Seksi II dari Kompi II Letnan Dua Zakaria Burhanuddin agar menjaga dan melayani tawanan dengan baik. Isi maklumat tersebut adalah: 

“…segera seluruh tentara Inggris yang ditawan di Bekasi agar dikembalikan kepada pihak Inggris. Apabila tidak dikembalikan, maka Bekasi akan dibumihanguskan Pemerintah pusat juga menambahkan semua tawanan tersebut harus dijaga dan dirawat serta diberi makan dengan baik, yaitu memberikannya roti dan susu."

Namun, pada masa perang itu, Zakaria dan anak buahnya yang berada kesulitan memperoleh makanan. Mereka juga kesal dan tersinggung karena kenapa bangsa penjajah tersebut harus dikasih makan yang paling enak. Maka tawanan tersebut akhirnya dibunuh dan di kuburkan di belakang tangsi polisi.

Pada 29 November 1945 dikirimlah pasukan Punjab ke-16, Squadron Kavaleri F.A.V.O. ke-11, pasukan Perintis ke-13, pasukan Resimen Medan ke-37, Detasemen Kompi Medan ke-69, dilengkapi dengan 50 truk, lima meriam, mortir, dan kanon, untuk mencari pasukannya yang telah jatuh itu. Dengan kekuatan tersebut mereka berhasil menerobos garis demarkasi Republik Indonesia di Cakung, bahkan sampai ke jantung pertahanan republik di Pondok Ungu, Rawapasung, dan Kranji. Tetapi saat di Kranji, mereka dihadang Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), Laskar Rakyat (LR), dan Pasukan Pencak Silat (PS).

Kesulitan menembus Kranji, membuat Sekutu-Inggris memutuskan untuk mundur dan kembali ke Jakarta. Setelah itu, tentara Inggris dan Belanda kembali menyerang pada tanggal 1, 2 dan 3 Desember. Akhirnya pencarian terhadap seluruh awak dan kru Pesawat Dakota berhasil juga.

Sebagaimana yang diberitakan oleh surat kabar terbitan Australia The Argus, yang terbit pada Senin 3 Desember 1945, mengatakan bahwa pada hari Sabtu, 1 Desember 1945 telah ditemukan sebuah kuburan dipinggir kali sungai yang berisi empat tentara RAF dan 18 tentara India dalam kondisi yang cukup mengenaskan. Selain bagian bagian tubuh yang dimutilasi, kuburan juga tidak terlalu dalam dan ditumpuk dalam satu lubang besar. 

Akibat Kejadian tersebut, Sekutu mulai melakukan provokasi kembali dengan melanggar garis demarkasi dan melakukan penyerangan secara sporadis. Hal ini karena setelah 10 hari sejak jatuhnya pesawat dan ditemukannya mayat tantara Inggris dan India, mereka belum juga menemukan para pelakunya. Akhirnya Letnan Jenderal Philips Christison memutuskan untuk memberi hukuman bagi seluruh warga Bekasi. Namun, tindakan Sekutu ini kemudian mendapat protes dari Perdana Menteri Syahrir yang mengatakan:

“Jika Inggris menggunakan kekerasan untuk mengembalikan keamanan di Jawa, maka semua orang Indonesia akan melawan sebisanya” 

Hal lain yang menjadikan Inggris begitu marah dengan kejadian ini adalah karena kejayaan Inggris ketika itu sangat terlihat dengan koloninya tersebat diseluruh dunia. Kehilangan pasukan tentara yang disebabkan oleh gerombolan kecil merupakan aib untuk kejayaan Inggris dimata dunia. Apalagi persitiwa yang lebih memalukan terjadi pada tanggal 10 November 1945, yaitu kehilangan Brigadir Jendral Mallaby. Tentara inggris yang terkenal diseluruh dunia, menadadak ada perwira tingginya yang meninggal dalam pertikaian di Surabaya, kota yang sama sekali tidak diperhitungkan sebelumnya akan membawa aib yang sangat memalukan.

Sehari sebelum pembumihangusan Bekasi, berita itu juga tersampaikan kepada Sewaka selaku kepala Residen Jakarta yang saat itu berada di Purwakarta. Ia mengatakan bahwa:

“Seorang mayor bangsa Hindia pada suatu sore telah datang kepada Residen, menerangkan bahwa inggris akan membasmi Bekasi dengan bombardemen dari tepi kota Jakarta. Bombardemen dengan meriam akan dimulai esok harinya mulai jam 6 pagi. Jika rakyat Bekasi ingin selamat maka dinyatakannya ia harus mundur sekitar 2 km kesebelah timur... "

Dan benar saja, hari Kamis tanggal 13 Desember 1945 dengan kekuatan lebih besar puluhan truk berisi serdadu Inggris dan India, puluhan panser, dan pesawat terbang menyerbu Bekasi. Mereka berangkat sejak pagi dari Jakarta, melalui Pulo Gadung, Cakung, Ujung Menteng, Pondok Ungu, Kranji, dan Kampung Duaratus. Inggris mengatakan tindakannya ini sebagai “punitive expedition” (ekspedisi untuk memberi hukuman).

Dampak Dari Penyerangan Ke Bekasi

Serangan dilakukan dengan menghujani Bekasi dengan roket dari pesawat, di dampingi oleh sejumlah besar pasukan dan Tank Sherman. Setelah itu, baru pasukan masuk dan membakar sekitar 1000 unit rumah dan bangunan lainnya. Sedangkan rumah dan bangunan milik orang Cina tidak dilakukan pemusnahan. Dalam penyisiran, tertangkap empat orang yang diduga anggota Banteng Hitam. Selain itu, dikatakan juga penyerangan dilakukan dengan didahului oleh rentetan bom yang dijatuhkan pada beberapa titik. Tidak hanya rumah dan bangunan, sejumlah kendaraan juga menjadi sasaran pemboman. Setelah itu dilanjutkan dengan pembakaran dan hujan mortir pada sejumlah bangunan atau rumah oleh pasukan darat.

Sebelumnya, para tentara sekutu melakukan penyisiran dari rumah ke rumah, dan memerintahkan penduduk keluar untuk mengungsi. Daerah pertama yang menjadi sasaran pembakaran adalah Kampung Duaratus, kemudian rumah-rumah sekitar alun alun, termasuk masjid juga dibakar dan berlanjut ke daerah daerah lainnya. 

Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Bekasi mencatat, 14 orang luka-luka, 641 keluarga yang berjumlah 3.379 jiwa kehilangan tempat tinggal, tiga unit mobil terbakar, diantaranya milik kantor berita Antara Jakarta. Sedangkan dalam berita yang dimuat oleh koran Truth terbitan Sydney, Autralia pada 16 Desember 1945, menyatakan bahwa banyak warga yang tewas dan terluka akibat pembumihangusan Bekasi oleh pasukan Inggris. Peristiwa ini menjadi berita besar bagi pers Nasional maupun Internasional. Bahkan menjadi sorotan dunia internasional akibat perbuatan tentara Sekutu yang begitu brutal terhadap penduduk. Apalagi saat itu bangsa Eropa baru mengalami kekejaman perang yang dilakukan oleh Nazi Jerman.

Dalam media nasional, surat kabar Kedaulatan Rakjat edisi 17 Desember 1945 memuat berita dengan judul “Tentara Inggris membom dan membakar roemah- roemah dan Kampoeng Bekasi.” Pemboman dan pembakaran tersebut terjadi di Bekasi, Tambun, Cikarang, Rengasbandung, Lemahabang, hingga Klari di Karawang. Api yang besar dan hampir merata di kampung kampung dari Bekasi hingga Karawang membuatnya tak kunjung padam hingga malam dan pagi kembali. Dari jarak yang jauh tampak udara yang hitam kemerah-merahan.12 Sedangkan dalam surat kabar

Merdeka edisi 21 Desember 1945 dituliskan bahwa apa yang dilakukan oleh pihak sekutu dalam melakukan hukuman, dengan menganggap seluruh desa bersalah, hanya karena beberapa orang melakukan kesalahan itu bagi pemerintah sangat tidak berperikemanusiaan.

Daftar Bacaan

  • Alrasyid, M. Harun et. al. 2006. Kabupaten Bekasi Dari Masa Ke Masa. Bekasi: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bekasi Pemkab Bekasi.
  • Majid, Dien 1999. Jakarta-Karawang-Bekasi Dalam Gejolak Revolusi: Perjuangan
  • Sewaka, 1955. Tjorat-tjoret dari djaman ke djaman, Bandung.
  • Sopandi , H. Andi. 2003 Sejarah Dan Budaya Kota Bekasi Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah Dan Budaya Masyarakat Bekasi, Bekasi: Dinas Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan dan Kepariwisataan.