Pertempuran El Alamein
Pertempuran El Alamein menandai puncak dari kampanye Perang Dunia II di Afrika Utara antara Kerajaan Inggris dan tentara Jerman-Italia. Mengerahkan kontingen yang jauh lebih besar dari tentara dan tank lawan, komandan Inggris Bernard Law Montgomery meluncurkan serangan infanteri di El Alamein pada 23 Oktober 1942.
Marsekal Medan Jerman, Erwin Rommel kembali ke pertempuran setelah sembuh dari sakitnya. Rommel mencoba untuk menghentikan arus, tetapi keuntungan Inggris dalam jumlah personil dan artileri terbukti terlalu besar.
Kenyataan tersebut tidak dapat diterima oleh Hitler dan terus menyerukan peperangan dengan Inggris di Afrika Utara. Berusaha realistis, Rommel tetap berusaha melarikan diri dari kemusnahan dengan menarik anak buahnya ke Tunisia.
Pertempuran El Alamein menjadi titik puncak kampanye militer antara pasukan Axis dan Sekutu di Afrika Utara selama Perang Dunia II, yang melibatkan pasukan dari Kerajaan Inggris melawan tentara Jerman-Italia di bawah pimpinan Erwin Rommel. Pada Januari 1942, Rommel memimpin pasukannya menyusuri pantai timur Afrika Utara dengan tujuan merebut Terusan Suez.
Pasukan Jerman berhasil merebut Benghazi pada Januari dan menghancurkan kekuatan tank Inggris di Tobruk. Setelah merebut Tobruk pada Juni 1942, pasukan Jerman bergerak ke timur menuju Mesir dan mencapai pertahanan Inggris di El Alamein pada 30 Juni 1942.
Erwin Rommel melancarkan serangan terhadap garis pertahanan Inggris di El Alamein pada 1 Juli 1942. Keesokan harinya, komandan Inggris, Jenderal Claude Auchinleck, melakukan serangan balasan. Pada pertengahan Juli 1942, Erwin Rommel masih bertahan di El Alamein dan mengambil posisi bertahan.
Dalam pertempuran pertama ini, Sekutu menderita kerugian sebesar 13.250 pasukan tewas atau terluka dari total 150.000 tentara, sementara pihak Axis menderita sekitar 10.000 korban tewas atau terluka dari 96.000 pasukan. Erwin Rommel dan pasukannya tertahan di Mesir setelah dikalahkan di Alam el Halfa pada bulan September. Selanjutnya, Rommel menghadapi tantangan yang lebih berat di Front Afrika dan harus bertahan di Mesir.
Dalam posisi bertahan di garis sepanjang empat puluh mil dengan pertahanan yang memadai dan kekuatan yang besar, pasukan Axis berhasil menguasai dua area penting: wilayah Mediterania di utara dan dataran rendah Qattara di selatan. Pasukan Axis telah mempersiapkan pertahanan mereka dengan menyebarkan ratusan ribu ranjau anti-tank di sepanjang garis pertahanan untuk memperlambat gerakan pasukan Inggris.
Erwin Rommel memimpin tiga belas divisi dengan total 100.000 pasukan dan 500 tank. Sebaliknya, Montgomery memiliki kekuatan dua kali lipat lebih besar, terdiri dari pasukan Inggris, Australia, Selandia Baru, India, Afrika Selatan, serta unit tambahan dari Perancis dan Yunani. Selain itu, Sekutu memiliki keunggulan udara yang signifikan.
![]() |
| Tank Panzer III Jerman memasuki pertempuran El Alamien |
Marsekal Bernard Montgomery memegang peranan penting dalam menghancurkan garis pertahanan Axis. Strateginya adalah agar pasukan Inggris bersabar dan merancang manuver yang tepat.
Montgomery kemudian melancarkan serangan sekunder ke arah selatan yang dipimpin oleh pasukan Perancis, sementara serangan utama difokuskan ke utara, dekat pantai. Tujuannya adalah untuk menembus garis pertahanan Axis dan memaksa mereka melakukan serangan balik. Dalam proses ini, Inggris akan mengeksploitasi dan menghancurkan setiap kelemahan dalam pertahanan Axis.
Pada malam 23 Oktober 1942, sebanyak 800 meriam ditembakkan oleh kelompok sappers Inggris, yang kemudian diikuti oleh infanteri dan tank yang bergerak maju untuk membersihkan jalur ranjau. Serangan ini mengejutkan pasukan Axis, meskipun pergerakan pasukan Sekutu tergolong lambat.
Ladang ranjau dan anti-tank Jerman terbukti efektif dalam menahan laju tank-tank Inggris serta infanteri Australia dan Selandia Baru yang turut serta dalam pertempuran. Meskipun demikian, pada 2 November 1942, Rommel mengirimkan isyarat kepada Hitler bahwa pertempuran tidak dapat dilanjutkan lagi.
Rommel kemudian menarik mundur pasukan Jerman, meninggalkan pasukan Italia di belakang. Pada 4 November 1942, hampir seluruh kekuatan Axis mundur dari El Alamein. Pasukan Panzerarmee mundur menuju Tunisia, dan beberapa hari kemudian, pasukan Anglo-Amerika mendarat di Maroko pada bulan Mei 1943, yang memungkinkan Sekutu untuk mendominasi wilayah Mediterania.
Dalam pertempuran kedua ini, kedua belah pihak menderita kerugian yang signifikan. Pihak Axis kehilangan sekitar 9.000 pasukan tewas, 15.000 terluka, dan 30.000 tertawan dari total sekitar 110.000 pasukan yang dikerahkan. Sementara itu, pihak Sekutu kehilangan sekitar 4.800 pasukan tewas dan 9.000 terluka dari 195.000 pasukan yang dikerahkan.
Pertempuran El Alamein berlangsung dalam dua fase, yaitu antara 1 Juli hingga 27 Juli dan 23 Oktober hingga 11 November 1942. Pertempuran ini menandai berakhirnya karir Marsekal Erwin Rommel, yang harus mengakui kekalahan dari delapan divisi Angkatan Darat Inggris serta kekuatan personel dan infanteri Sekutu yang besar.
El Alamein merupakan pertempuran yang memiliki karakteristik dan metode yang serupa dengan Perang Dunia I, di mana pertempuran lebih mengandalkan kekuatan dan jumlah artileri yang besar.
Jumlah pasukan dan artileri menjadi faktor penentu, tanpa adanya strategi dan terobosan yang berarti. Jerman, yang saat itu tengah berperang dengan Uni Soviet di Front Timur, harus membagi konsentrasi mereka dengan Sekutu di Front Afrika.
