Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru)
PNI-Baru (Pendidikan Nasional Indonesia) disebut demikian dengan dibubuhi kata “Baru” oleh supaya memberikan batasan yang tegas bahwa Pendidikan Nasional Indonesia berbeda dengan PNI (Partai Nasional Indonesia) atau yang memudahkannya disebut dengan PNI Lama. Setelah bubarnya Partai Nasional Indonesia akibat penangkapan terhadap Soekarno terutama sebagai ketua PNI, PNI terbagi menjadi dua organisasi yakni Partindo dan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru).
Didirikannya PNI-Baru
Sebenarnya kedua organisasi ini hanyalah sebagai ganti dari PNI Lama yang telah bubar itu, namun dengan beberapa perubahan terutama pada Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) yang di bawah pimpinan Hatta dan Sjahrir. Apabila ditinjau dari prinsip dasar organisasi Partindo adalah PNI dengan nama lain yang berarti anggaran dasar yang terdapat di dalam PNI Lama juga tertuang di dalam Partindo terutama sekali pada sistem gerakan dengan basis aksi massa. Sedangkan PNI Baru memiliki cara tersendiri dalam menjalankan organisasinya, yakni dengan kaderisasi. Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang PNI Baru.
Secara hakikat, Partindo maupun PNI Baru tidak memiliki perbedaan yang mencolok. Kedua organisasi itu berdiri di atas dasar yang tidak berbeda. Maksudnya, keduanya bersandar pada nasionalisme Indonesia dan demokrasi. Tujuan yang hendak dicapai dengan kekuatan sendiri tanpa meminta bantuan pada siapapun (self-help) dan tidak mau bekerjasama dengan pemerintah kolonial (non-kooperasi). Perbedaan antara Partindo dan PNI Baru adalah dalam cara untuk mencapai tujuan.
PNI Baru berkeyakinan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak akan dapat diperoleh hanya dengan agitasi saja, tetapi memerlukan kerja yang terorganisasi. Kemerdekaan hanya dapat dicapai melalui usaha-usaha orang-orang yang terdidik. PNI Baru baru menunjukkan pergerakannya yang kentara ketika memasuki tahun 1932. Pada tahun 1932 PNI Baru sering melakukan rapat propaganda.
![]() |
Sutan Sjahrir (kiri) dan Moh. Hatta (kanan) tokoh utama dari PNI-Baru |
Di mana yang menjadi agenda rapat antara lain adalah riwayat pergerakan nasional Indonesia, kemerdekaan Indonesia, kedudukan daerah jajahan daya upaya untuk mencapai kemerdekaan itu, persatuan, kapitalisme dan imperialisme. Selama tahun 1932 ini PNI Baru mengalami lonjakkan yang cukup besar dari segi anggota, meskipun akan sangat jauh lonjakkan ini apabila dibandingkan dengan Partindo yang pada periode ini telah dipimpin oleh Soekarno.
Semakin intensnya perjuangan yang dilakukan oleh PNI Baru rupanya menimbulkan rasa khawatir dikalangan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda. Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal de Jonge kemudian membuat pelbagai macam peraturan yang bertujuan untuk membatasi perkembangan organisasi ini, salah satunya adalah dengan mengeluarkan ordonansi pengekangan pers. Sejak diberlakukannya kebijakan tersebut sejak 1931-1936 sebanyak 27 surat kabar telah menjadi korbannya.
Selain menerbitkan ordonansi itu, Gubernur Jenderal Hindia-Belanda juga berupaya untuk mengurangi anggota dari organisasi itu dengan cara melarang pegawai pemerintah untuk bergabung ke dalam organisasi PNI Baru. Apabila ada pegawai pemerintah yang ikut serta di dalam organisasi ini maka akan dikenakan hukuman. Tindakan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda yang lain adalah dengan melaksanakan exorbitant rechten (hak luar biasa) yang dimiliki oleh Gubernur Jenderal untuk mengasingkan seseorang yang dianggap membahayak ketentraman umum, dan biasanya mereka ini akan diasingkan ke Boven Digul.
Kemunduran PNI-Baru
Exorbitant rechten itu segera digunakan oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda untuk menangkap pemimpin dari PNI Baru. Tidak hanya PNI Baru saja, Partindo pun juga mengalami hal serupa. Sejak bulan Juli 1933 penangkapan dan pengasingan mulai dilakukan kepada para pemimpin Partindo dan PNI Baru; Soekarno diasingkan ke Flores, sedangkan Hatta dan Sjahrir dibuang ke Boven Digul pada 1934. Usaha pemerintah untuk menghentikan sepak terjang dari organisasi ini dilanjutkan pada 1 Agustus 1933 dengan melakukan pelarangan bagi rapat-rapat apapun di seluruh Hindia-Belanda. Setelah penangkapan tokoh-tokoh utamanya, para pengikutnya pun mulai ditangkap dan diasingkan dan dengan begitu lambat laun PNI Baru mulai kehilangan pengaruhnya sama sekali.
Daftar Bacaan
- Kartodirjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru II: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia.
- Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia-Belanda. Jakarta: Balai Pustaka
- Ricklefs, M. C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200- 2004. Jakarta: Serambi.