Pertempuran Lengkong (25 Januari 1946)
Pada 25 Januari 1946, terjadi sebuah peristiwa tragis yang dikenal sebagai Pertempuran Lengkong. Pertempuran ini menjadi bagian dari sejarah perang kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi pada 17 Agustus 1945. Awalnya, operasi ke Desa Lengkong di Serpong (sekarang Tangerang Selatan) bertujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang secara damai oleh Tentara Republik Indonesia (TRI).
Resimen IV dari Akademi Militer Tangerang (AMT), dipimpin oleh Mayor Daan Mogot bersama Mayor Wibowo, Letnan Soetopo, Letnan Soebianto, Letkol Singgih, Kapten Enjon, dan puluhan taruna AMT, berangkat ke Lengkong pada tanggal 25 Januari 1946. Mereka berharap dapat menyelesaikan misi pelucutan senjata Tentara Jepang dengan damai. Namun, harapan itu pupus. Pertempuran sengit meletus, menyebabkan 34 taruna dan tiga perwira, termasuk Mayor Daan Mogot gugur alam Pertempuran Lengkong.
Penyebab Pertempuran Lengkong
Insiden di Lengkong berawal dari desas-desus kembalinya Belanda ke Indonesia merebak setelah Jepang menyerah dalam Perang Asia Timur Raya, atau yang kita kenal sebagai Perang Dunia Kedua. Belanda dikabarkan datang bersama pasukan Sekutu. Jepang, yang menyerah pada 15 Agustus 1945, harus menyerahkan wilayah pendudukannya, termasuk daerah-daerah koloni yang sebelumnya direbut dari negara-negara Barat yang tergabung dalam blok Sekutu. Daerah-daerah ini harus dikembalikan. Insiden di Lengkong pun terjadi karena latar belakang ini.
Kedatangan Pemerintahan Sipil Hindia-Belanda/NICA (Nederlandsche-Indische Civiele Administratie) di Indonesia bersamaan dengan pasukan Sekutu ternyata membawa konsekuensi yang cukup bikin geger. Mereka tidak hanya membawa sisa-sisa pasukan Tentara Kerajaan Hindia Belanda/KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) dari Australia, tapi juga mempersenjatai mantan anggota KNIL yang sebelumnya ditahan Jepang. Akibatnya, timbul kekacauan di sekitar ibukota Jakarta.
Keadaan Republik Indonesia yang belum stabil pasca-kemerdekaan membuat beberapa daerah masih mengalami gencata senjata dengan pihak penjajah, salah satunya Tangerang. Melihat keadaan tersebut Daan Mogot beserta teman-teman perwiranya mendirikan sekolah militer Tangerang, yang bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Resimen IV Tangerang memiliki masalah yang serius di mana serdadu-serdadu Jepang tidak mau menyerahkan senjata pada pihak Republik Indonesia dan hanya menyerahkan senjata kepada pihak Sekutu.
![]() |
Pintu Masuk Akademi Militer Tangerang |
Sementara itu, TKR Resimen IV dan para taruna AMT yang berbasis di Tangerang masih kekurangan senjata. Terlebih sejak awal Januari 1946 sudah tersebar kabar bahwa serdadu Belanda akan memasuki Bogor untuk melucuti tentara Jepang. Kabar tersebut benar kenyataannya setelah tersiar kabar yang menyebutkan bahwa pasukan Sekutu sudah tiba di Parung, Bogor pada 24 Januari 1946. Pasukan Sekutu tentu saja menuju Lengkong dengan tujuan untuk melucuti senjata para serdadu Jepang.
Resimen IV Tangerang yang mendengar kabar itu tak tinggal diam. Pasokan senjata yang minim membuat mereka berencana untuk mendahului Sekutu ke Lengkong guna melucuti senjata tentara Jepang. Pelucutan senjata ini awalnya direncanakan berlangsung damai. Untuk merencanakan aksi pelucutan senjata tersebut, perundingan antara TKR Resimen IV dan kantor penghubung tentara di Jakarta dilangsungkan.
Dalam perundingan itu, Mayor Wibowo dari AMT mengusulkan agar operasi ke Lengkong nanti menyertakan serdadu Inggris keturunan India yang telah memilih keluar dari kesatuannya dan berpihak kepada Indonesia. Menurut Mayor Wibowo, hal tersebut dilakukan agar operasi berjalan damai, yakni dengan berpura-pura menyatakan bahwa pelucutan senjata serdadu Jepang telah memperoleh izin dari pihak Sekutu.
Usul itu diterima. Tanggal 25 Januari 1946, operasi ke Lengkong dimulai dengan melibatkan 3 orang perwira, dua pleton atau sekitar 70 orang diangkut menggunakan tiga truk dari Akademi Militer Tangerang yang dipimpin oleh Mayor Daan Mogot, serta empat orang mantan tentara Inggris keturunan India dengan pakaian seragam lengkap.
Kronologi Pertempuran Lengkong
Pada awalnya, strategi TKR Resimen IV tersebut untuk melucuti senjata tentara Jepang berjalan lancar. Sebagian besar serdadu Jepang percaya bahwa pihak Indonesia yang diwakilkan oleh Resimen IV Tangerang akan melakukan pelucutan senjata dengan izin dari Sekutu.
Mayor Daan Mogot menemui Kapten Abe yang mewakili para serdadu Jepang. Mereka masuk ke sebuah kamp untuk membicarakan maksud kedatangan Resimen IV Tangerang. Sebagian taruna lalu mengambil senjata milik Jepang dan mengangkutnya ke atas truk.
Namun, Kapten Abe ternyata belum sepenuhnya percaya kepada Mayor Daan Mogot dan meminta waktu untuk menghubungi atasannya di Bandung. Saat Kapten Abe dan Mayor Daan Mogot sedang berunding, tiba-tiba terdengar desing senapan yang entah dari mana berasal.
Suara tembakan itu memicu ketegangan di luar. Para serdadu Jepang yang sebelumnya tenang kini bersiap dalam posisi menyerang dan segera menembaki para taruna Indonesia yang sedang berada di lapangan terbuka. Mayor Daan Mogot langsung berlari keluar dan berteriak agar serangan dihentikan. Namun, peringatan tersebut tidak dihiraukan.
Para serdadu Jepang terus menembaki taruna Indonesia yang belum dalam kondisi siap. Bahkan, Mayor Daan Mogot turut gugur dalam insiden ini. Total sebanyak 75 orang tewas dan diantaranya terdapat sebanyak 37 orang dari pihak Indonesia. Selain Daan Mogot, perwira yang gugur adalah Letnan Soetopo, Letnan Soebianto dan terdapat pula kadet (calon perwira) Soejono yang merupakan adik Letnan Soebianto, serta kadet Ahmad Sjawket, putra Wakil Menteri Luar Negeri RI Haji Agus Salim.
Akhir Pertempuran Lengkong
Sebagian tentara Indonesia berhasil melarikan diri, dan sebagian lagi ditawan oleh pihak Jepang. Para taruna yang berhasil lolos juga segera melaporkan peristiwa berdarah di Lengkong tersebut ke TKR Resimen IV Tangerang (Setelah 26 Januari TKR telah menjadi TRI). Tanggal 26 Januari 1946, Resimen IV menghubungi kantor penghubung di Jakarta.
Setelah mengetahui bahwa yang gugur itu taruna Akademi Militer Tangerang, Jepang merasa ketakutan, takut amukan rakyat yang akan mendukung TRI untuk balas dendam. Pada 27 Januari 1946 Akhirnya diputuskan oleh pimpinan tentara Jepang di Lengkong untuk menyerahkan seluruh persenjataan kepada TRI dan akan membebaskan para tawanan dari pihak Indonesia. Selain itu, para korban yang sudah dikubur seadanya akan kembali dimakamkan secara terhormat.
Semua korban yang gugur dalam Pertempuran Lengkong dikebumikan kembali pada 29 Januari 1946 di kompleks markas TRI Resimen IV (sekarang Taman Makam Pahlawan Taruna di Tangerang Selatan). Pertempuran Lengkong menjadi satu dari rangkaian peristiwa bersejarah yang terjadi di sepanjang Masa Revolusi Fisik dari tahun 1945 hingga 1949. Untuk mengenang peristiwa serta para pahlawan yang gugur dalam Pertempuran Lengkong pada 1946 itu, setiap tanggal 25 Januari diperingati sebagai Hari Bakti Taruna Akademi Militer.