Teori Domino Dan Ketakutan Amerika Serikat Terhadap Komunisme
Teori domino mendominasi sebagian besar kebijakan luar negeri Amerika Serikat sejak awal 1950-an. Teori ini berpendapat bahwa kemenangan komunis di suatu negara akan memicu serangkaian pengambilalihan komunis di negara-negara tetangganya secara cepat.
Di Asia Tenggara, pemerintah AS menggunakan teori domino untuk membenarkan dukungannya terhadap rezim non-komunis di Vietnam Selatan dalam menghadapi pemerintah komunis Vietnam Utara. Hal ini berujung pada peningkatan keterlibatan AS dalam Perang Vietnam yang berlangsung lama (1954-1975).
Namun, kegagalan Amerika Serikat dalam mencegah kemenangan komunis di Vietnam ternyata memiliki dampak global yang lebih kecil dari yang diperkirakan oleh teori domino. Meskipun rezim komunis muncul di Laos dan Kamboja setelah tahun 1975, komunisme tidak berhasil menyebar ke seluruh wilayah Asia Tenggara lainnya.
Asal-Usul Teori Domino
Pada September 1945, pemimpin nasionalis Vietnam, Ho Chi Minh, mendeklarasikan kemerdekaan Vietnam dari Prancis. Hal ini memicu perang antara rezim Viet Minh pimpinan komunis di Hanoi (Vietnam Utara) dan rezim yang didukung Prancis di Saigon (Vietnam Selatan).
Pemerintah Amerika Serikat, di bawah Presiden Harry S. Truman, memberikan bantuan militer dan keuangan secara rahasia kepada Prancis. Alasan di balik bantuan ini adalah keyakinan bahwa kemenangan komunis di Indocina akan memicu penyebaran komunisme ke seluruh Asia Tenggara. Dengan logika yang sama, Truman juga memberikan bantuan kepada Yunani dan Turki pada akhir 1940-an untuk mencegah penyebaran komunisme di Eropa dan Timur Tengah.
Dalam wawancara dengan pers pada September 1963, Presiden John F. Kennedy mengungkapkan keyakinannya pada teori domino. Teori ini menyatakan bahwa "Kita harus menggunakan pengaruh kita seefektif mungkin, tapi kita seharusnya tidak menarik diri (dari Perang Vietnam)."
Pada awal dekade 1950-an, para pembuat kebijakan luar negeri Amerika Serikat sangat meyakini bahwa jika Indocina jatuh ke tangan komunis, negara-negara lain di Asia Tenggara akan segera mengalami keruntuhan yang sama. Teori ini dimasukkan oleh Dewan Keamanan Nasional AS dalam laporan tentang Indochina pada tahun 1952. Kemudian, pada bulan April 1954, saat terjadi pertempuran penting antara Viet Minh dan pasukan Prancis di Dien Bien Phu, Presiden Dwight D. Eisenhower menjelaskannya sebagai prinsip "efek domino".
Menurut pandangan Eisenhower, jatuhnya Vietnam ke dalam kendali komunis akan menyebabkan kemenangan komunis serupa di negara-negara tetangga di Asia Tenggara (termasuk Laos, Kamboja, dan Thailand), serta di tempat lain seperti India, Jepang, Filipina, Indonesia, bahkan Australia dan Selandia Baru. Eisenhower menyatakan, “Kemungkinan konsekuensi dari hilangnya Indocina sungguh tak terhingga bagi dunia bebas.”
Teori Domino Dan Keterlibatan Amerika Serikat Dalam Perang Vietnam
Setelah pidato Eisenhower, istilah "teori domino" mulai populer sebagai cara ringkas untuk menjelaskan betapa pentingnya Vietnam Selatan bagi Amerika Serikat, serta perlunya mencegah penyebaran komunisme ke seluruh dunia.
Setelah Konferensi Jenewa yang mengakhiri perang antara Prancis dan Viet Minh, serta membagi Vietnam di garis lintang yang dikenal sebagai paralel ke-17, Amerika Serikat memprakarsai pembentukan Southeast Asia Treaty Organisation (SEATO), atau Organisasi Pakta Pertahanan Asia Tenggara. Ini adalah aliansi longgar yang terdiri dari negara-negara yang berkomitmen untuk mengambil tindakan terhadap "Ancaman keamanan" di wilayah tersebut.
John F. Kennedy, yang menggantikan Eisenhower di Gedung Putih, meningkatkan komitmen sumber daya Amerika Serikat untuk mendukung rezim Ngo Dinh Diem di Vietnam Selatan dan kekuatan non-komunis yang terlibat dalam perang sipil di Laos pada tahun 1961-1962.
Pada musim gugur tahun 1963, setelah muncul oposisi domestik yang serius terhadap Diem, Kennedy menarik dukungannya dari Diem. Namun, ia tetap secara terbuka menegaskan keyakinannya pada teori domino dan pentingnya menahan komunisme di Asia Tenggara.
Tiga minggu setelah Diem terbunuh dalam kudeta militer pada awal November 1963, Kennedy juga dibunuh di Dallas. Pengganti Kennedy, Lyndon B. Johnson, terus menggunakan teori domino sebagai pembenaran untuk meningkatkan kehadiran militer Amerika Serikat di Vietnam, dari beberapa ribu tentara menjadi lebih dari 500.000 selama lima tahun berikutnya.
Teori domino, jika direnungkan, kurang memperhitungkan karakteristik perjuangan Vietnam Utara dan Viet Cong dalam Perang Vietnam. Para pembuat kebijakan Amerika, dengan berasumsi bahwa Ho Chi Minh adalah pion besar komunis Rusia dan China, tidak menyadari bahwa tujuan Ho Chi Minh beserta para pendukungnya hanya terbatas pada kemerdekaan Vietnam, bukan pada penyebaran komunisme secara global.
Pada akhirnya, meskipun upaya Amerika untuk menghalangi pengambilalihan oleh komunis gagal dan pasukan Vietnam Utara memasuki Saigon pada tahun 1975, komunisme tidak meluas ke seluruh Asia Tenggara. Negara-negara di kawasan ini, kecuali Laos dan Kamboja, tetap berada di luar kendali komunis.
Walaupun teori domino tidak terbukti di Asia Tenggara, muncul gelombang rezim komunis atau Marxis–Leninis secara global di Benin, Ethiopia, Guinea-Bissau, Madagaskar, Tanjung Verde, Mozambik, Angola, Afghanistan, Grenada, dan Nikaragua pada tahun 1970-an.
Penafsiran efek domino global sangat bergantung pada interpretasi "prestise" dalam teori ini. Artinya, keberhasilan revolusi komunis di beberapa negara berkontribusi pada moral dan dukungan retoris, meskipun tidak menghasilkan bantuan material untuk mendukung pasukan revolusi di negara-negara lain.