Menelusuri Jejak Perdagangan Rhode Island di Batavia
Rhode Island adalah sebuah negara bagian di Amerika Serikat yang memiliki sejarah yang kaya sejak era kolonial pada abad ke-18 hingga abad ke-19. Negara ini terkenal dengan jaringan perdagangannya yang berpusat di pelabuhan New Port. Dari New Port inilah, jaringan perdagangan Amerika meluas hingga ke seluruh Samudera Atlantik. Sayangnya, melalui jalur Samudera Atlantik ini, Rhode Island terlibat dalam perdagangan budak Afrika di Amerika. Pada tahun 1774, tercatat bahwa 6,3% populasi di Rhode Island adalah budak, angka ini hampir dua kali lipat dari koloni Inggris lainnya di Amerika. Bahkan, setelah Revolusi Amerika, Rhode Island memegang kendali atas 60% hingga 90% dari perdagangan budak Afrika di seluruh Amerika.
Sebelum Revolusi Amerika, perekonomian Rhode Island sangat bergantung pada perdagangan dengan wilayah Karibia dan Afrika. Namun, kemerdekaan politik yang diraih membawa konsekuensi berupa tertutupnya jalur-jalur perdagangan yang sangat menguntungkan. Dulu, kebutuhan untuk mendapatkan produk manufaktur Inggris mendorong Rhode Island terlibat dalam perdagangan segitiga yang terkenal antara New England, Hindia Barat, dan Afrika. Kini, penutupan jalur perdagangan tersebut memaksa mereka untuk mencari alternatif lain. Alternatif ini ditemukan melalui pembentukan hubungan dagang dengan wilayah Mediterania, Baltik, dan yang terpenting, dengan kawasan Timur Jauh serta Hindia Timur.
Pada tanggal 22 Februari 1784, kapal Empress of China memulai pelayaran dari New York ke Kanton, menandai dimulainya perdagangan Amerika dengan wilayah Timur Jauh. Rhode Island pun tak mau ketinggalan untuk ikut serta dalam aktivitas perdagangan ini. Pada tanggal 9 Juni 1786, kapal Hydra, yang terdaftar di Rhode Island, tiba di Newport. Kapal ini menjadi kapal pertama yang terdaftar di Amerika yang memasuki pelabuhan Amerika dari Kalkuta. Dalam perdagangan Amerika dengan wilayah Timur, Kanton menjadi pasar yang paling diincar. Meskipun demikian, Hindia Timur juga tetap diperhitungkan. Walaupun perdagangannya tidak sebesar dengan Kanton, wilayah ini tetap menjadi cabang ekonomi Amerika yang penting dan berharga.
Pada masa itu, kopi menjadi komoditas yang sangat krusial dalam perdagangan global. Di Eropa, permintaan kopi melonjak di tengah kekacauan akibat Perang Napoleon, sehingga harga kopi yang dibawa oleh dua negara netral, Amerika Serikat dan Denmark, melambung tinggi. Permintaan ini semakin mendesak ketika Haiti, yang sebelumnya menghasilkan sekitar dua per tiga kopi dunia, menghentikan produksinya akibat pemberontakan budak pada tahun 1792.
Setelah semua orang Prancis diusir dari pulau tersebut, perkebunan kopi menjadi terbengkalai atau dibagi-bagikan. Di saat produksi kopi di Hindia Barat mengalami penurunan, pulau Jawa di Hindia Belanda justru tampil sebagai sumber alternatif yang sangat menjanjikan untuk memenuhi permintaan yang tinggi. Belanda berhasil membudidayakan kopi di wilayah koloninya, dan setelah tahun 1740, produksi kopi mencapai sekitar 12 juta pound setiap tahunnya.
Perdagangan Rhode Island di Jawa dapat dibagi menjadi beberapa fase penting. Fase pertama, yang juga merupakan fase paling aktif, terjadi antara tahun 1799 dan 1807. Pada masa ini, para pedagang Rhode Island menikmati keuntungan besar berkat status Amerika Serikat sebagai negara netral selama Perang Napoleon. Namun, situasi ini berubah ketika Amerika Serikat memberlakukan Undang-Undang Embargo pada tahun 1807, yang praktis menghentikan aktivitas maritim Amerika. Selanjutnya, Perang 1812 semakin mengganggu perdagangan ini.
Dalam meneliti perdagangan Rhode Island di Jawa, hal yang cukup menarik untuk diperhatikan adalah tantangan yang dihadapi para pedagang di perairan Jawa. Pada periode awal perdagangan mereka, yaitu antara tahun 1799 hingga 1807, masalah utama yang mereka hadapi adalah ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh Belanda. Tujuan utama pelayaran mereka ke Batavia adalah memperoleh kopi sebanyak mungkin. Sayangnya, kebijakan komersial Belanda saat itu tidak mengizinkan kapal-kapal asing untuk memuat kopi sejumlah yang diharapkan oleh para pedagang Rhode Island.
Bangsa Belanda di Jawa sangat tertarik pada budidaya gula, sehingga mereka menetapkan kebijakan bahwa pembeli harus membeli sejumlah gula bersama dengan barang-barang lain. Kebijakan ini penting bagi Belanda karena pasar gula mereka sebelumnya, yaitu India dan Persia, sudah tidak dapat dijangkau lagi. Lada juga dimasukkan ke dalam daftar produk yang wajib dibeli, meskipun para pedagang dari Rhode Island tidak menginginkan komoditas ini. Alasan pertama adalah karena pedagang Amerika lainnya, terutama dari Salem, sudah ahli dalam perdagangan lada. Alasan kedua, harga lada di Batavia terlalu mahal.
Pada masa itu, kapal-kapal Rhode Island yang beroperasi di perairan Jawa menghadapi risiko besar, yaitu penangkapan dan penyitaan. Untuk mengatasi ancaman ini, semua kapal yang dikirim dari Rhode Island dilengkapi dengan persenjataan. Pembajakan menjadi masalah yang sangat serius hingga Presiden John Adams mengirimkan Frigat AS, Essex, ke Batavia. Pada tahun 1800, disadari bahwa kehadiran satu kapal penjelajah Amerika di Selat Sunda akan memberikan perlindungan yang efektif bagi perdagangan antara Cina dan Batavia.
Periode antara tahun 1807 hingga 1815 menjadi masa sulit bagi perdagangan karena mengalami stagnasi. Salah satu penyebabnya adalah Undang-Undang Embargo yang dikeluarkan pada 22 Desember 1807. Upaya Amerika Serikat untuk menekan negara-negara yang bertikai agar mencabut kebijakan yang membatasi mereka justru berdampak pada terhentinya aktivitas perdagangan Rhode Island di Jawa.
Perang tahun 1812 menghentikan semua upaya untuk menghidupkan kembali perdagangan tersebut. Barulah setelah Perjanjian Ghent disepakati antara Amerika Serikat dan Inggris Raya, bersamaan dengan berakhirnya perang panjang di Eropa, perdagangan mulai bangkit kembali. Saat ini, perdagangan Jawa diuji kemampuannya untuk bertahan dalam persaingan di masa damai. Inilah mungkin tantangan utama pascaperang yang dihadapi oleh para pedagang Rhode Island.
Sejak tahun 1815, pelabuhan-pelabuhan di Jawa selalu ramai dikunjungi oleh pedagang dan spekulan dari berbagai daerah. Situasi ini sangat memengaruhi para pedagang dari Rhode Island. Kopi menjadi komoditas utama yang dicari, sehingga tak terhindarkan harganya melonjak, bahkan terkadang mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Periode 1816 hingga 1827 memperlihatkan penurunan yang signifikan dalam perdagangan antara Rhode Island dan Jawa dibandingkan masa-masa sebelumnya. Persaingan dagang, terutama dari Inggris, tampaknya menjadi penyebab utama kerugian bagi Rhode Island. Dari empat belas pelayaran yang diberangkatkan dari Providence menuju Batavia dengan tujuan memperoleh kopi, gula, atau keduanya, empat di antaranya mengalami kegagalan. Kapal-kapal tersebut akhirnya memilih untuk membeli timah, beras, rempah-rempah, atau rotan di Kanton atau Manila. Fakta ini menjadi indikasi kemunduran dalam perdagangan dengan Jawa. Ditambah lagi dengan kondisi Batavia yang tidak kondusif serta pasar Eropa yang kurang menjanjikan bagi produk-produk dari Jawa, Rhode Island akhirnya memutuskan untuk menghentikan perdagangannya pada tahun 1836.
Daftar Bacaan
- Ahmat, Sharom. 1965. Journal of Southeast Asian History Vol. 6. Cambridge University Press: United Kingdom.
- Homan, Gerlof D. 1984. The United States and the Netherlands East Indies: The Evolution of American Anticolonialism. Pacific Historical Review, Vol. 53, No. 4 (Nov., 1984), pp. 423-446. University of California Press.
- Touwen, Jeroen. 2009. American Trade with the Nerherlands and Colonial Indonesia in the Nineteenth and Early Twentienth Century. Jurnal Research Gate: University of Leiden