Surat Kabar Pembrita Betawi

Surat Kabar Pembrita Betawi

Surat Kabar Pembrita Betawi merupakan harian dari Batavia (kini Jakarta), Hindia Belanda, yang diterbitkan dari tahun 1884 hingga 1916. Didirikan atas kerja sama wartawan Indo J. Kieffer dan W. Meulenhoff, kepemilikan koran ini diganti beberapa kali hingga akhirnya Albrecht membelinya pada tahun 1887.

Kemunculan Surat Kabar Pembrita Betawi

Pembrita Betawi hadir pertama kali di Batavia pada 24 Desember 1884. Kehadirannya kian melengkapi sederet pers di era kolonial. Kehadirannya juga yang membidani lahirnya pers pribumi. Koran ini yang menempa Tirto Adhi Soerjo pada 1906. Penulis Pembrita Betawi yang terkenal antara lain Lie Kim Hok dan Tirto Adhi Soerjo. Cetakan pertama Pembrita Betawi diterbitkan pada tanggal 24 Desember 1884. Koran ini diterbitkan setiap hari, kecuali pada hari Minggu dan libur. Wartawan Indo J. Kieffer menjadi kepala redaksi; seorang wartawan lain, W. Meulenhoff, menyumbangkan dana.

Koran ini dicetak oleh W. Bruining Co. dan dijual di seluruh Batavia. Sebelumnya Kieffer pernah memimpin beberapa koran, antara lain Bintang Barat dan Bintang Betawi; akan tetapi, tidak satu pun di antara koran ini bertahan lama. Koran ini terdiri dari empat halaman, dua untuk berita dan dua untuk iklan. Agar korannya laris, Kieffer mengadakan undian untuk setiap pembaca yang bersedia berlangganan selama satu tahun.

Meski Pembrita Betawi dipegang kolonial, tapi kehadirannya telah membantu dalam merumuskan Indonesia. Berita-berita yang diturunkan diambil dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di beberapa wilayah di Nusantara. Nama-nama kota dalam berita yang diusung Pembrita Betawi seperti Sumatera/Andalas, Borneo/Kalimantan, dan Celebes sering kali muncul dalam pemberitaan Pembrita Betawi.

Pemberitaannya pun jelas mengusung peristiwa-peristiwa kecil yang menyangkut penderitaan pribumi. Di edisi, Senen 1 Maart 1886 No. 48 Tahun II, salah satu pembaca pribumi bernama Kromo dalam rubrik “Soerat Kiriman” menginginkan Pembrita Betawi untuk memberitakan seorang gadis pribumi yang “dilecehkan” orang Belanda di dekat rumahnya.

Sampai tanggal 8 Juni 1885 koran ini dimiliki sepenuhnya oleh Meulenhoff; Kieffer telah meninggalkan Pembrita Betawi. Meulenhoff memilih Albrecht Co., juga di Batavia, sebagai percetakan. Pada tahun berikutnya Meulenhoff mengundang Lie Kim Hok, seorang penulis peranakan Tionghoa, sebagai rekan; beberapa redaktur lain pada masa itu mencari rekan Tionghoa pula. Dengan uang sebanyak 1.000 gulden Lie membeli separuh saham Pembrita Betawi. Hak terbit diperoleh Lie pula, dan percetakannya dimulai pada tanggal 1 Juni 1886. Lie and Meulenhoff bekerja sama untuk tugas administratif dan redaksi.

Pada tanggal 2 Juni 1887 dinyatakan bahwa Pembrita Betawi telah dibeli Karsseboom & Co., dengan Meulenhoff tetap sebagai kepala redaksi. Percetakan Lie Kim Hok digunakan untuk beberapa bulan kemudian, sebelum percetakan itu, serta bahan dan hak cetak Pembrita Betawi, dijual ke Albrecht. Setelah itu Lie tidak ikut campur pada koran ini, dan Albrecht yang mencetaknya sampai koran ini bangkrut pada tahun 1916; mulai pada tahun 1910-an koran milik orang pribumi telah menjadi lebih umum, sehingga sirkulasi Pembrita Betawi mulai berkurang.

Menunjukkan Ciri Pers Profesional

Pembrita Betawi mudah sekali dikenali. Di penghujung abad ke 19 itu Pembrita Betawi sudah menunjukan bahwa dirinya merupakan pers profesional. Pembrita Betawi punya politik keredaksian yang tetap. Gaya tata-letaknya tetap di tiap edisi. Tata letak dengan berjejal-jelal huruf dan advertentie menjadi ciri lain dari pers di awal abad 20 ini.

Nama koran, Pembrita Betawi, selalu berada paling atas. Di bawahnya tertulis;

Kloewar saban hari lain dari DEMINGGOE dan hari BESAR. Nama courant harian ini mengalami perubahan bukan lagi Pembrita Betawi, tapi Pemberita Betawi pada 1907. Dan kata DEMINGGOE menjadi MINGGOE, sedang hari besar diganti menjadi hari Raja.

Di sebelah kiri atas nama koran, nomor edisi terpampang, samping kanan atas tercantum tahun terbit. Di bawah nama Pembrita Betawi terpampang boks redaksi yang diapit dua advertentie: jadwal pemberangkatan kereta api dari Batavia ke Bandung, Bogor, dan Semarang.

Dalam boks redaksi itu tersebut nama J Kieffer sebagai redacteur. Sedang di edisi tahun kedua (1885) bukan lagi J Kieffer, tapi W. Meulenhoff. Di bawah redacteur tertulis, “Di tjitak pada W Bruining & Co—Batavia”. Di edisi tahun kedua PB, bukan lagi W Bruining & Co, tapi Albrect & Co.

Mengenai perubahan redaktur dan juga perusahaan yang mencetak belum diketahui jelas. Yang bisa dipastikan bahwa Pembrita Betawi terbit dalam 4 halaman: 2 halaman berita dan sisanya advertentie. Harganja Soerat Kabar dalam 3 bolen f 6 – harga ini berlaku untuk tahun pertama. Di tahun kedua edisinya, Pembrita Betawi pasang harga f 4..5. Harga melonjak menjadi f 12 untuk harga langganan setahun, f 6 untuk setangah tahun, dan untuk 3 bulan berlangganan, f 3 pada 1907. Hal yang tidak berubah dari Pembrita Betawi adalah keterangan berlangganan yang berbunyi, “haroes dibayar lebih dahoeloe”.

Adapun rubrik-rubrik yang kerap muncul dalam tiap terbitan Pembrita Betawi adalah berita utama, Hindia-Ollanda, Soerat Kiriman, Kabar Kawat, dan Landradd. Berita-berita utama yang diturunkan Pembrita Betawi diambil dari surat kabar-surat kabar Tiongkok. Sin Po, Soen Wan Djit Pho, dan Wi Sin Djit, adalah tiga dari suratkabar Tiongkok yang sering dirilis Pembrita Betawi.

“Kabar Kawat” merupakan berita-berita yang khusus menyangkut peristiwa di Tiongkok. Namun dalam beberapa edisi, selain berita Tiongkok, Pembrita Betawi juga menurunkan berita-berita dari negeri-negeri lain di luar Hindia Belanda. Berita-berita dari koran Tiongkok tidak dipakai lagi pada 1907.

Mulai tahun itu Pembrita Betawi membuka diri terhadap tulisan-tulisan yang menyangkut hal-ihwal pribumi. Bahkan dalam edisi 1 Agustus 1906 Pembrita Betawi sudah menurunkan berita tentang penerjemahan Al Qur’an ke dalam bahasa Cina dan Jepang. Penerjemahnya adalah Sjeh Abdullah di Liverpool. Penerjemahan itu, menurut Pembrita Betawi, dimaksudakan untuk kepentingan syiar Islam.

“Hindia-Ollanda” (nama rubrik ini berubah pada 1907 menjadi “Hindia Netherland”) biasanya diisi dengan berita-berita ringan yang terjadi di tanah Hindia Belanda. Panjang beritanya cuma satu paragraf, tanpa judul. Demikian juga dengan rubrik “Soerat Kiriman” dan “Landradd”.

Satu-satunya koran di zaman itu yang menurunkan kabar dari penjara barangkali hanya Pembrita Betawi. “Landradd” adalah rubrik yang memberitakan kabar-kabar dari penjara. Berita-beritanya singkat dan tanpa judul. Isi beritanya seputar narapidana, putusan pengadilan, dan hal-ihwal di penjara. Rubrik lain, “Soerat Kiriman” lebih tepat dikatakan sebagai surat pembaca. Dari “Soerat Kiriman” ini dapat dilihat kelas pembacanya. Tampaknya dari beberapa surat yang diluncurkan pembaca, pembaca Pembrita Betawi tidak dimonopoli bangsawan Belanda di Hindia Belanda.

Bahkan di tahun kedua, Pembrita Betawi mencantumkan agen-agen distribusinya di Eropa. Toean E. Elsbace di Paris: Rue Milton, demikian yang tertulis di halaman muka Pembrita Betawi. Di Hindia pembaca Pembrita Betawi dibaca pribumi dan keturunan-keturunan bangsa Timur Asing (peranakan Cina). Distribusinya yang bisa mencapai Eropa tentu saja soal wajar. Sebab dari 4 halaman, 2 halaman penuh dijejali advertensi. Advertensi-advertensie seperti menjangan idoep, parfum-parfum paris, boekoe-boekoe berbahasa Cina berhuruf Ollanda, info lelang, Tukang Jagal, dan bier terkenal masa itu, Jobts & Co.

Daftar Bacaan

  • Adam, Ahmat. 1995. “The Vernacular Press and the Emergence of Modern Indonesian Consciousness (1855–1913)”. Studies on Southeast Asia. 17. Ithaca: Cornell University Press.
  • Anshoriy Ch, M Nasruddin; Tjakrawerdaya, Djunaidi. 2008. Rekam Jejak Dokter Pejuang & Pelopor Kebangkitan Nasional. Yogyakarta: LKiS.
  • Latif, Yudi. 2005. Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Bandung: Mizan.