Kebudayaan Yangshao Dan Kebudayaan Longshan: Masa Awal Prasejarah Tiongkok

Kebudayaan Yangshao Dan Kebudayaan Longshan

Pada sekitar milenium keenam hingga kelima Sebelum Masehi, tepatnya pada Zaman Neolitikum (Batu Baru), terjadi perubahan signifikan dalam kehidupan masyarakat Tiongkok kuno. Banyak orang mulai hidup menetap di suatu tempat dan mulai bertani serta memelihara hewan. Pada masa ini, mereka membuat perkakas batu yang dipoles halus, mendirikan kemah dan gubuk beratap alang-alang sebagai tempat tinggal.

Desa-desa tempat tinggal seperti ini banyak ditemukan di sepanjang Sungai Huang He di dataran Tiongkok Utara. Meskipun musim dinginnya keras, daerah ini cocok untuk pertanian. Kebudayaan ini mirip dengan kebudayaan sungai lainnya, seperti Kebudayaan Lembah Sungai Nil di Mesir. Masyarakat pada zaman ini telah menemukan teknik pembuatan keramik untuk menyimpan makanan dan minuman. Motif keramik pada masa itu memiliki dua ciri khas, seperti yang ditemukan di desa Yangshao dan Longshan. Kedua lokasi penemuan ini menjadi dasar penamaan peradaban Yangshao dan Longshan.

Kebudayaan Yangshao

Pusat kebudayaan Yangshao (berkembang antara 6000-5000 SM) terletak di Provinsi Henan bagian barat dan Lembah Wei di Shanxi. Pemukiman masyarakat pada masa ini dapat ditemukan di sepanjang tepian sungai. Penggalian arkeologi di Banpo pada tahun 1952 berhasil menemukan kembali reruntuhan desa secara utuh. Rumah tempat tinggal pada zaman itu berbentuk segi empat atau bulat, dibangun di atas tanah yang digali membentuk cekungan. Batang-batang kayu digunakan sebagai penyangga atap jerami.


Mangkuk tembikar hias ikan berwajah manusia. Budaya Yangshao, gaya Banpo (4800-4300 SM) ditemukan di situs arkeologi Shaanxi

Penggalian situs prasejarah tersebut mengungkap motif-motif pada keramik atau gerabah yang lazim digunakan masyarakat pada masa itu. Ragam hias yang umum ditemukan adalah bentuk-bentuk geometris serta gambar burung dan ikan, dengan warna hitam atau merah. Gerabah dari tanah liat ini dibakar pada suhu antara 1000 hingga 1500 derajat Celcius.

Pada zaman itu, masyarakat telah menggunakan anak panah dan kapak yang terbuat dari batu yang diasah. Tanaman yang dibudidayakan adalah sejenis gandum. Selain itu, masyarakat juga telah mengenal peternakan, dengan hewan yang dikembangbiakkan adalah anjing dan babi.

Kebudayaan Longshan

Peradaban prasejarah penting lainnya adalah kebudayaan Longshan (berkembang sekitar tahun 5000-4000 SM), yang memiliki beberapa perbedaan dengan kebudayaan Yangshao. Salah satu perbedaannya terletak pada desa tempat mereka tinggal. Bentuk rumahnya mirip dengan rumah pada kebudayaan Yangshao, namun desa-desa mereka dikelilingi tembok.

Kerajinan Tembikar Putih Kebudayaan Longshan

Di Chengziya (Shandong), ditemukan sisa-sisa tembok yang terbuat dari bongkahan tanah liat. Teknik pembuatannya dilakukan dengan mencetak tanah liat lapis demi lapis, sebuah teknik yang masih digunakan hingga Zaman Perunggu.

Cangkir bertangkai tembikar kulit telur hitam

Ciri khas lain dari kebudayaan Longshan adalah penggunaan tulang untuk membuat mata panah dan peralatan lainnya, yang berbeda dengan kebudayaan Yangshao yang lebih banyak menggunakan batu. Hewan yang dibudidayakan adalah babi, domba, dan sapi. Sementara itu, sama seperti kebudayaan Yangshao, hanya ada sedikit bukti bahwa mereka telah memelihara kuda. Faktor yang mendorong mereka beternak hewan gembala adalah kondisi alam yang cocok untuk memelihara sapi dan domba, yaitu kawasan Tiongkok utara yang kaya akan padang rumput.

Guci Tembikar

Budaya Longshan dikenal dengan keramik hitam yang khas. Berbeda dengan keramik Yangshao yang dihias dengan cat, keramik Longshan justru menonjolkan motif lingkaran, baik dalam bentuk ukiran timbul maupun cekungan. Selain itu, budaya Longshan juga mahir dalam membuat perhiasan dan benda-benda dari batu giok, seperti kapak untuk upacara ritual dan bandul kalung. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah mencapai tingkat keahlian yang tinggi dalam pertukangan, mengingat betapa sulitnya mengolah batu giok yang keras.

Peta Persebaran Kebudayaan Longshan

Tradisi pemakaman antara kedua budaya tersebut bisa dibilang serupa. Orang yang meninggal dikuburkan dengan posisi wajah menghadap ke bawah, dan praktik ini berlanjut hingga zaman perunggu. Mereka juga mengenal metode peramalan dengan cara membakar tulang. Jawaban atas pertanyaan yang diajukan ditafsirkan berdasarkan pola retakan yang muncul akibat pembakaran tersebut. Metode peramalan ini masih dilakukan hingga zaman Dinasti Shang. Perbedaannya adalah, karena tulisan sudah dikenal, pertanyaan dituliskan terlebih dahulu di atas tulang-tulang tersebut. Beberapa ahli berpendapat bahwa kebudayaan Longshan merupakan kelanjutan dari budaya Yangshao (?).

Penemuan arkeologis di Jiahu, Provinsi Henan, pada tahun 1999 membuktikan bahwa musik sudah dikenal sejak zaman prasejarah. Penggalian arkeologis di situs tersebut menemukan enam buah seruling sepanjang 8,6 inci yang terbuat dari tulang burung berongga. Seruling-seruling berusia 9.000 tahun itu berada dalam kondisi baik dan masih dapat dibunyikan.

Garman Harbottle dari Brookhaven National Laboratory di Upton, New York, menyatakan bahwa alat musik yang baru ditemukan ini adalah alat musik tertua di dunia yang masih dapat dimainkan. Temuan serupa yang berusia 45.000 tahun lebih tua pernah ditemukan di Slovenia, namun kondisinya sudah rusak parah. Masing-masing alat musik yang ditemukan di Provinsi Henan itu memiliki 5 hingga 8 lubang. Namun, saat dimainkan kembali, terdengar bunyi retakan. Oleh karena itu, para ahli merasa khawatir dan berencana membuat tiruannya agar kualitas suara aslinya dapat dihadirkan kembali.