Kebudayaan Dawenkou (4300-2600 SM)

Kebudayaan Dawenkou

Kebudayaan Dawenkou ini berkembang di daerah Shandong sekitar tahun 5.000-2.500 SM terutama di sisi timur provinsi ini. Sebagai salah satu kebudaaan neolitikum di Tiongkok, Kebudayaan Dawenkou sisa-sisanya juga ditemukan di beberapa provinsi seperti Anhui, Henan, dan Jiangsu. Kebudayaan Dawenkou juga berkembang secara berdampingan dengan Kebudayaan Yangshao.

Mangkuk Tembikar Lukis Budaya Dawenkou Awal (sekitar 4.400–3.600 SM). Digali dari Situs Wangyin, Yanzhou, Shandong.

Kebudayaan Dawenkou menguburkan seseorang yang telah meninggal dalam sebuah peti batu atau ruangan yang terbuat dari kayu. Kuburan-kuburan yang mewah biasanya memiliki 50, 60, hingga lebih dari 100 benda yang dimaksud sebagai bekal kubur. Ciri khas budaya Dawenkou lainnya adalah pembuatan bejana-bejana keramik berlapis tipis yang bagaikan cangkang telur.

Di situs-situs arkeologi Dawenkou, sering ditemukan artefak yang terbuat dari pirus, giok, dan gading. Selain itu, bukti paling awal dari penggunaan drum aligator juga ditemukan di situs ini. Pada tembikar Dawenkou, ditemukan tanda-tanda Neolitikum yang mungkin memiliki hubungan dengan aksara-aksara di periode selanjutnya, seperti aksara yang berkembang pada masa Dinasti Shang.

Para arkeolog umumnya membagi budaya ini menjadi tiga fase: fase awal (4100–3500 SM), fase tengah (3500–3000 SM), dan fase akhir (3000–2600 SM). Berdasarkan temuan dari benda-benda yang ditemukan di kuburan, fase awal menunjukkan masyarakat yang sangat egaliter. Fase ini ditandai dengan adanya cangkir bertangkai panjang yang dirancang secara individual. Kuburan yang dibangun dengan tepian tanah semakin umum pada bagian akhir fase awal.

Selama fase tengah, benda-benda yang disertakan dalam kuburan mulai menekankan kuantitas daripada keragaman jenisnya. Memasuki fase akhir, peti mati kayu mulai muncul di pemakaman Dawenkou. Budaya ini menjadi semakin bertingkat, terlihat dari beberapa kuburan yang tidak berisi benda-benda apa pun, sementara kuburan lainnya berisi benda-benda dalam jumlah yang sangat banyak.

Situs tipe di Dawenkou, yang terletak di Tai'an, Shandong, digali pada tahun 1959, 1974, dan 1978. Hanya lapisan tengah di Dawenkou yang berkaitan dengan budaya Dawenkou. Lapisan paling awal sesuai dengan Kebudayaan Beixin, sedangkan lapisan terbaru sesuai dengan varian awal Shandong dari budaya Longshan.

Karakteristik Kebudayaan Dawenkou

Kemiripan fisik antara masyarakat Jiahu dan masyarakat Dawenkou yang lebih baru (2600 SM–4300 SM) menunjukkan bahwa masyarakat Dawenkou mungkin merupakan keturunan dari masyarakat Jiahu. Ini terjadi melalui perpindahan bertahap di sepanjang bagian tengah dan hilir sungai Huai dan Hanshui. Beberapa ahli juga berpendapat bahwa masyarakat Dawenkou berasal dari wilayah selatan yang berdekatan. Masyarakat Dawenkou berkembang dari masyarakat Beixin, tetapi sangat dipengaruhi oleh budaya Longqiuzhuang yang meluas ke utara, terletak di antara Sungai Yangtze dan Huai.

Masyarakat Dawenkou menunjukkan ciri-ciri gigi Sinodon yang dominan. Mereka melakukan modifikasi tubuh berupa pencabutan gigi dan deformasi tengkorak. Banyak makam Dawenkou menunjukkan adanya deformasi tengkorak dan pencabutan gigi. Namun, kedua bentuk modifikasi ini menghilang dari daratan Tiongkok pada awal Zaman Perunggu. Tidak ada perbedaan frekuensi pencabutan gigi berdasarkan jenis kelamin yang terdeteksi pada masyarakat Dawenkou (60–90 persen). Gigi yang paling sering dicabut adalah gigi seri dan gigi taring atas, diikuti oleh gigi seri bawah. Pencabutan gigi tampaknya paling sering dilakukan antara usia 13 dan 15 tahun. Seiring waktu, frekuensi individu dengan pencabutan gigi di antara masyarakat Dawenkou menurun menjadi 50 persen.

Masyarakat Dawenkou juga secara fisik berbeda dengan penduduk Neolitikum Hemudu, Tiongkok Selatan, dan Taiwan. Analisis DNA menunjukkan bahwa penduduk Neolitikum Shandong lebih dekat dengan orang Asia Timur Laut kuno. Berdasarkan hasil mtDNA mereka mengungkapkan bahwa antara 9500 SM dan 1800 SM, haplogroup mitokondria Asia Timur selatan yang signifikan hadir dalam populasi Shandong kuno. Mulai dari periode Dawenkou tengah, terjadi percampuran dengan populasi Shandong akibat masuknya leluhur petani Sungai Kuning tengah dari budaya Yangshao. Masyarakat budaya Longshan Shandong mewarisi sebagian besar leluhur mereka dari budaya Dawenkou, yang menunjukkan adanya kesinambungan genetik antara kedua kelompok tersebut.

Istilah "kepala suku" sepertinya cocok untuk menggambarkan bagaimana politik diatur dalam masyarakat Dawenkou. Kemungkinan besar, kelompok keluarga yang paling berpengaruh memegang kendali atas desa-desa Dawenkou. Namun, kekuasaan ini mungkin lebih terasa melalui pengaruh agama daripada pemaksaan. Berbeda dengan budaya Beixin yang menjadi cikal bakal mereka, masyarakat budaya Dawenkou dikenal terlibat dalam konflik yang disertai kekerasan. Para ahli menduga bahwa mereka mungkin melakukan penyerbuan untuk mendapatkan tanah, hasil panen, hewan ternak, dan barang-barang berharga.

Iklim yang hangat dan lembap di wilayah Dawenkou sangat mendukung pertumbuhan berbagai jenis tanaman. Meskipun demikian, masyarakat di sana umumnya menanam milet (sejenis tanaman biji-bijian) di sebagian besar lahan pertanian mereka. Hasil panen milet mereka cukup memuaskan. Buktinya, ditemukan wadah penyimpanan yang diperkirakan mampu menampung hingga 2000 kg milet setelah memperhitungkan adanya pembusukan.

Dua buah toples dari Kebudayaan Dawenkou

Di beberapa situs Dawenkou yang terletak di bagian selatan, padi menjadi tanaman yang lebih utama, terutama pada periode akhir kebudayaan Dawenkou. Analisis terhadap sisa-sisa jasad manusia di situs Dawenkou, Shandong selatan, menunjukkan bahwa makanan golongan atas Dawenkou didominasi oleh nasi, sementara masyarakat biasa lebih banyak mengonsumsi milet.

Masyarakat Dawenkou berhasil menjinakkan beberapa jenis hewan, seperti ayam, anjing, babi, dan sapi. Namun, tidak ditemukan bukti adanya penjinakan kuda. Sisa-sisa tulang babi adalah yang paling banyak ditemukan, mencapai sekitar 85% dari total keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa babi merupakan hewan ternak yang paling penting bagi mereka. Selain itu, sisa-sisa tulang babi juga ditemukan di pemakaman Dawenkou, yang semakin menegaskan pentingnya hewan ini dalam kehidupan mereka. Makanan laut juga merupakan bagian penting dari pola makan masyarakat Dawenkou.

Tumpukan tulang ikan dan berbagai jenis kerang telah ditemukan sejak periode awal, menunjukkan bahwa makanan laut merupakan sumber pangan yang signifikan. Meskipun tumpukan ini menjadi lebih jarang ditemukan pada tahap selanjutnya, makanan laut tetap menjadi komponen penting dalam menu makanan mereka.

Masyarakat Dawenkou dikenal sebagai salah satu yang pertama melakukan trepanasi (pelubangan tengkorak) di Tiongkok era prasejarah. Bukti untuk ini adalah penemuan tengkorak seorang pria Dawenkou dari tahun 3000 SM dengan luka parah di kepala yang tampaknya telah diobati melalui operasi primitif ini.

Hubungan Dengan Kebudayaan Lain

Dawenkou menjalin interaksi yang luas dengan budaya Yangshao. Selama dua setengah milenium keberadaannya, Dawenkou aktif bertukar informasi dengan budaya Yangshao. Dalam interaksi ini, Kebudayaan Dawenkou kadang-kadang memegang peran utama, terutama dalam menghasilkan budaya Longshan. Para ahli juga menemukan kesamaan antara budaya Dawenkou dengan Kebudayaan Liangzhu dan budaya terkait di wilayah aliran Sungai Yangtze.

Peta persebaran Kebudayaan Dawenkou

Beberapa ahli berpendapat bahwa budaya Dawenkou mungkin memiliki hubungan dengan bahasa pra-Austronesia. Peneliti lain juga mencatat adanya kesamaan antara penduduk Dawenkou dan masyarakat Austronesia modern dalam praktik budaya, seperti avulsi gigi (pencabutan gigi) dan arsitektur. Akan tetapi, secara genetik, Dawenkou tampaknya berbeda dengan budaya pra-Austronesia yang berada di sebelah selatan mereka.