Kebudayaan Dadiwan
Kebudayaan Dadiwan (5800–5400 SM) merupakan sebuah kebudayaan Neolitikum yang terutama berlokasi di bagian timur Provinsi Gansu dan Shaanxi di Tiongkok modern. Nama kebudayaan ini diambil dari lapisan budaya terdalam yang ditemukan selama penggalian asli situs tipe di Dadiwan. Sisa-sisa milet, babi, dan anjing telah ditemukan di situs-situs yang terkait dengan kebudayaan ini, yang dicirikan oleh tradisi keramik berdinding tipis dan bertanda tali yang kadang-kadang disebut sebagai Laoguantai. Kebudayaan Dadiwan memiliki ciri yang sangat umum terutama dalam hal tembikar, arsitektur, dan ekonomi. Ciri ini memilliki kesamaan dengan kebudayaan Cishan dan Peiligang di sebelah timur.
Ekskavasi Situs Dadiwan
Situs kebudayaan Dadiwan terletak di Kabupaten Qin'an, Gansu, terletak di atas kaki kipas yang dihasilkan oleh jurang yang mengalir ke lembah Sungai Qingshui, sebuah anak sungai dari Sungai Wei. Situs ini awalnya digali dari tahun 1975 hingga 1984, dan kemudian dilanjutkan pada tahun 2004, 2006, dan 2009. Penggalian terbaru mengungkapkan bahwa manusia telah menduduki lokasi tersebut secara sporadis selama setidaknya 60.000 tahun terakhir. Urutan budaya Neolitikum di sini dimulai dengan kebudayaan Dadiwan (sekitar 7900–7200 tahun yang lalu), diikuti oleh kebudayaan Yangshao (sekitar 6800–4900 tahun yang lalu) dan kemudian kebudayaan Changshan (sekitar 4900–4800 tahun yang lalu). Aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan pertanian meningkat dan berkembang pesat selama fase awal kebudayaan Yangshao.
![]() |
| Tembikar Kebudayaan Dadiwan |
Fondasi sebuah bangunan besar, berukuran antara 290 dan 420 meter persegi, termasuk halaman luar, ditemukan di Dadiwan. Bangunan tersebut, yang dikenal sebagai F901, digambarkan oleh para arkeolog Tiongkok sebagai aula pertemuan komunal. Bangunan itu dibangun di atas fondasi tanah yang dipadatkan yang ditinggikan, yang kemudian dilapisi dengan tanah liat yang dibakar.
Situs ini terus menghasilkan informasi baru tentang kebudayaan Dadiwan. Sebagai contoh, analisis biogeokimia yang dilaporkan pada tahun 2013 mengungkapkan bahwa anjing yang hidup di Dadiwan dari tahun 7900 hingga 4900 tahun yang lalu kemungkinan mengonsumsi tanaman fiksasi karbon C4 sepanjang tahun. Karena semua hewan liar lainnya (seperti rusa dan beruang) yang ditemukan di situs tersebut hanya mengonsumsi tanaman C3 (Tanaman C3 adalah tanaman yang memiliki kemampuan adaptif pada lingkungan yang memiliki kandungan CO2 atmosfer tinggi.), hal ini menunjukkan bahwa vegetasi alami sepanjang tahun didominasi oleh tanaman C3 (Beberapa contoh tanaman C3 di antaranya padi, kedelai, gandum, anggota leguminosae, aglonema dan durian).
Satu-satunya cara agar tulang anjing mengandung sinyal C4 (kelompok tumbuhan efisien yang beradaptasi di iklim panas dan kering, menggunakan jalur fotosintesis khusus yang menangkap CO₂ menjadi senyawa berkarbon empat (oksaloasetat), lalu memindahkannya ke sel sarung berkas untuk masuk ke siklus Calvin, meminimalkan fotorespirasi dan menghemat air, dengan contoh seperti jagung, tebu, dan sorgum.) yang kuat adalah jika mereka mengonsumsi tanaman langka sepanjang tahun. Kandidat yang mungkin untuk ini adalah milet (rumput C4); dan karena milet hanya tumbuh di musim panas, satu-satunya cara agar anjing dapat memakannya sepanjang tahun adalah jika manusia memberikannya kepada mereka. Oleh karena itu, ini merupakan beberapa bukti paling awal untuk produksi pertanian (kultivasi, panen, dan penyimpanan tanaman benih) di Asia Timur.
